Astronot Wanita Pertama di Asia
By Akhyari Hananto
Sekitar 25 tahun lalu, seorang pakar biologi molekuler Universitas Indonesia (UI), Pratiwi Sudharmono, tengah bersiap menjadi wanita Asia pertama yang akan menjelajah luar angkasa dalam misi NASA. Untuk misi yang sangat langka dan penting itu, Dr. Pratiwi sudah menyiapkan riset selama bertahun-tahun terkait ilmu yang digelutinya.
Saat itu rencananya Indonesia akan memberangkatkan astronot dalam misi STS-61-H yang menggunakan pesawat ulang-alik Columbia. STS-61-H yang direncanakan berangkat tahun 1986 ini akan meluncurkan tiga satelit komersil Skynet 4A, Palapa B3 and Westar 6S.
Palapa B3 merupakan satelit Indonesia. Karena itu pemerintah merasa perlu memberangkatkan astronot sendiri. Bulan Oktober 1985, ia terpilih untuk ambil bagian dalam misi Wahana Antariksa NASA STS-61-H sebagai Spesialis Muatan. Taufik Akbar adalah cadangannya dalam misi ini .
Keberangkatan Pratiwi merupakan kerjasama pemerintah Indonesia dengan Badan Antariksa Amerika Serikat atau National Aeronautics and Space Administration (NASA), dalam rangka peluncuran satelit kebanggaan Indonesia, Palapa. Selain Pratiwi, pemerintah Indonesia juga berencana memberangkatkan Taufik Akbar, seorang insinyur telekomunikasi Institut Teknologi Bandung (ITB). Taufik merupakan pendamping Pratiwi dalam misi itu. Dua nama itu merupakan hasil saringan dari sekitar 200 orang yang diseleksi langsung oleh NASA. Saat mengikuti seleksi, Pratiwi baru saja meraih gelar doktor bidang biologi molekuler dari Osaka University, Jepang.
Berita tentang Pratiwi benar-benar menyita perhatian publik Indonesia waktu itu. Keberanian dan prestasinya terpilih oleh NASA seolah menjadi simbol kemajuan wanita Indonesia, juga cermin kemajuan pengetahuan Indonesia yang mewakili negara berkembang. Beberapa media di Asia pun cukup banyak yang memberitakan tentang Pratiwi sebagai wanita Asia pertama yang akan ke luar angkasa.
Tapi semuanya berubah pada 28 Januari 1986. Pesawat ulang-alik AS Challengger yang hendak menuaikan misi STS-51-L, meledak beberapa saat setelah diluncurkan. Challenger meledak tanggal 28 Januari 1986, hanya 73 detik setelah diluncurkan. Tujuh kru tewas dalam insiden ini. Akibat dari insiden ini, NASA membatalkan beberapa penerbangan ke luar angkasa. Termasuk Columbia yang akan mengangkut satelit Palapa B-3 milik Indonesia. Para astronot dalam misi penerbangan itu pun batal berangkat. Satelit B-3 akhirnya diluncurkan dengan roket Delta, tanpa kehadiran astronot dari Indonesia. Kesempatan Pratiwi benar-benar hilang 11 tahun kemudian saat pemerintah benar-benar menggagalkan misinya pada 1997 karena badai krisis moneter.
Pratiwi Pujilestari Sudarmono yang lahir di Bandung pada 31 Juli 1952 itu kini menjabat sebagai profesor mikrobiologi di Universitas Indonesia. Sejak gagalnya misi antariksanya. beliau masih kerap diundang ke luar negeri, terutama Negara-negara tetangga yang mempunyai rencana mengirikimkan astronotnya ke luar angkasa. Indonesia kini hampir belum mempunyai rencana untuk penjelajahan antariksa, yang menjadikan kita cukup tertinggal. Kita perlu terus mawas diri.
Dan Malaysia berhasil mengirimkan astronot ke ruang angkasa tahun 2007. Sheikh Muszaphar Shukor, seorang ilmuwan Malaysia berhasil pergi ke luar angkasa dengan menumpang Soyuz TMA-11 milik Rusia.
Bangkitlah Indonesia.