TRAINING AND DEVELOPMENT PRACTICE




Training Program for the Development of Group Executives (EDGE - Education and Development for Growth and Excellence)

A. Pengertian Pelatihan, Pendidikan dan Pengembangan

  • PELATIHAN

Menurut Noe (dalam Yuwono dkk,2005) pelatihan adalah suatu kegiatan yg direncanakan oleh perusahaan/institusi untuk memfasilitasi proses belajar karyawan untuk mencapai kometensi dlam pekerjaanya. Tujuan pelatihan adalah agar karyawan dapat mengusai pengetahuan ,keterampilan dan perilaku yang dilatih dalam program pelatihan sehingga dapat diaplikasikan dalam kegiatan mereka sehari-hari.
 

  • PENDIDIKAN  

Pendidikan adalah aktivitas yg bertujuan untuk mengembangkan pengetahuan ,keterampilan,nilai-nilai moral dan pemahaman yang di butuhkan dalam seluruh aspek kehidupan. Tujuan pendidikan adalah memberikan kondisi-kondisi yang penting bagi peserta didik untuk mengembangkan suatu pengertian tentang tradisi ,nilai-nilai moral dan budaya pengetahuan ,ide-ide yang mempengaruhi masyarakat dalam kehidupan bersama. Menurut Amstrong,1992 (dalam Yuwono, 2005) pendidikan bersifat "generalis" yang dapat meliputi pelajaran tentang budaya, hukum, linguistik dan pengetahuan lain yang dibutuhkan sebagai dasar untuk belajar secara berkesinambungan, pengembangan individu, kreativitas dan komunikasi.


  • PENGEMBANGAN 

Menurut Noe (dalam Yuwono, 2005), pengembangan mengacu pada pendidikan formal, pengalaman kerja, hubungan interpersonal serta penilaian terhadap kepribadian dan kemampuan yang dapat membantu karyawan mempersiapkan diri untuk masa yang akan datang. Pada tabel berikut terlihat jelas perbedaan antara pelatihan dan pengembangan.




Training
Development
Focus
Current
Future
Use of work experience
Low
High
Goal
Preparation for current job
Preparation for change
Participant
Required
Voluntary

  • Menurut Sikula (dalam munandar, 2001) tujuan dari pelatihan dan pengembangan secara umum dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Meningkatkan produktivitas
2. Meningkatkan mutu
3. Meningkatkan ketepatan dalam perencanaan
4. Meningkatkan semangat kerja
5. Menarik dan menahan tenaga kerja yang baik
6. Menjaga kesehatan dan keselamatan kerja

B. Pelatihan
  • Perubahan peran pelatihan dari waktu ke waktu

      1.      Fokus pada keterampilan dan pengetahuan
      2.      Mengkaitkan pelatihan dan kebutuhan bisnsis
      3.      Penggunaan pelatihan untuk menciptakan dan berbagai pengetahuan
 
  • Filosofi pelatihan
untuk memperdalam pemahaman kita mengenai pelatihan, kita perlu mengetahuin filosofi yang mendasari suatu program pelatihan.
Menurut Amstrong (dalam Yuwono, 2005) Training philosophy meliputi:
1. Pendektan strategis dalam pelatihan (strategic approach to training)
2. Terintegrasi (integrated)
3. Relevan (relevant)
4. Berdasarkan pada masalah (problem based)
5. Berorientasi pada tindakan (action-oriented)
6. Terkait dengan kinerja (performance-related)
7. Berkesinambungan (continual)

Setelah mengetahui tentang filosofi pelatihan, kita dapat memperhitungkan berbagai keuntungan yang dapat diperoleh organisasi jika berhasil melaksanakan program pelatihan yang sesuai dengan filosofi tersebut. Dalam hal ini Amstrong (dalam Yuwono, 2005) menyatakan bahwa pelatihan memberikan keuntungan :
1. meminimalkan biaya untuk proses belajar
2. meningkatkan kinerja individual,kelompok,dan perusahaan dalam hal keluaran,kualitas,kecepatan,dan produktivitas.
3.meningkatkan fleksibilitas operasional dengan meluaskan rentang keterampilan yang di miliki oleh karyawan(multiskilling)
4. menghasilkan staf yang yang berkualitas tinggi dengan cara meningkatkan kompetensi dan keterampilan mereka sehingga dapat memperoleh keputusan kerja yang lebih tinggi karena mereka akan mendapatkan imbalan yang lebih baik dan dapat berkembang bersama organisasi.
5 .meningkatkan komitmen staf dengan mendorong mereka untuk mengidentifikasi diri terhadap misi dan tujuan organisasi.
6.  membantu mengelola perubahan dengan meningkatkan pengertian mereka terhadap alasan untuk merubah dan memberi mereka pengetahuan serta keterampilan yang amereka butuhkan untuk menyesuaikan diri dengan situasi yang baru.
7. membantu untuk mengembangkan budaya yang positif dalam organisasi,misalnya budaya yang berorientasi pada peningkatan kinerja.
8. memberikan pelayana yang lebih baik kepada pelanggan.

     Adanya berbagai keuntungan yang dapat di peroleh organisasi melalui pelatihan,menuntut organisasi untuk mendesain program pelatihan yang sesuai dengan filosofi pelatiahn dan tujuan organisasi.

C.DESAIN SISTEM PELATIAHN  YANG EFEKTIF

        kunci sistem paltiahn yang efektif adalah pada proses desain instuksional,yaitu suatu pendekatan yang sistematis untuk mengembangkan program pelatihan.Di bawah ini terdapat langkah-langkah dalam mendesain pelatihan yang efektif berdasarkan pendapat berbagai ahli.
Langkah 1 : menganalisa kebutuhan pelatihan
Langkah 2 : menentukan tujuan pelatihan
Langkah 3 : memastikan kesiapan peserta mengikuti pelatihan
Langkah 4 : menciptakan suatu lingkungan belajar
Langkah 5 : mengorganisasikan materi pelatihan
Langkah 6 : memilih metode pelatiahn
Lamgkah 7: mengevaluasi program tindakan.
          Pada pakar pelatihan,menyarankan agar terpenuhi nya setiap langkah sebelum langkah yang berikutnya di mulai.walaupun demikian, tetap ada kemungkinan bahwa ada beberapa langkah yang dapat di lakukan secara bersamaan.

Sumber :
Munandar, A.S. 2001. Psikologi Industri dan Oranisasi. Jakarta: UI Press.
Yuwono, I., Suhariadi, F., Handoyo, S., Fajrianthi, Muhamad, B. S., & Septarini, B. G. 2005. Psikologi Industri & Organisasi.  Surabaya: Fakultas Psikologi Universitas Airlangga.
 

DINAMIKA KELOMPOK DAN TEAM BUILDING

1. Interaksi Dalam Kelompok Kerja
Dalam organisasi industri kita jumpai pula kelompok kerja dengan derajat intensitas interaksi antar anggota kelompok yang berbeda-beda.Fiedler (1967) memberika tipologi dari kelompok-kelompok kerja yang didasarkan pada sifat dan intensitas interaksi, yaitu


  • a.       Kelompok Interaksi (interacting groups)

Pada kelomok ini anggotanya saling tergantung dan aksi atau tindakan mereka perlu disusun bersama untuk dapat menyelesaikan tugas kelompok dengan baik dan memerlukan kooperasi / koordinasi.

  • b.      Kelompok Koaksi (co-acting groups)

Anggota pada kelompok ini bekerja sama dalam melaksanakan tugas kelompok, tapi masing masing dapat melaksanakan pekerjanya relative secara mandiri dan tidak saling tergantung.

  • c.       Kelompok Konteraktif

Pada anggota kelompok bekerja sama untuk tujuan perundingan dan pemufakatan sasaran dan tuntutan yang bertentangan. Unjuk kerja diukur berdasarkan derajat penerimaan dari jawaban atau penyelesaian oleh para anggota kelompok. Para anggota kelompok ini terdiri dari wakil dari pihak yang berbeda pendapat. Kelompok konteraktif ini merupakan kelompok sementara dan merupakan kelompok yang terbentuk karena adanya pertentangan atau konflik antar kelompok.


2. Gejala Dalam Proses Kelompok 
Dalam proses kelompok, dimana para anggota kelompok kerja berinteraksi dan dimana kelompok melaksanakan fungsinya, dapat kita temukan timbulnya gejala-gejala sebagai berikut: 


a.       Konformisme

Dalam interaksi antar anggota kelompok, tanpa disadari, mereka mengikuti pola-pola perilaku tertentu yang berlaku umum dikeseluruhan organisasi kerjanya dan pola perilaku yang lebih khas berlaku dalam kelompok kerjanya, yang tumbuh karena interaksi selama jangka waktu yang panjang. Misalnya, kebiasaan untuk tidak berbicara secara terus terang. Setiap kelompok memiliki norma yaitu pola atau patokan prilaku yang diterima oleh para anggota kelompok. Norma yang diterima mempengaruhi perilaku anggota kelompok dengan kendali eksternal yang minim. Dalam suatu kelompok kita ingin diberlakukan sebagai anggota kelompok yang sama oleh anggota kelompok lain, maka dari itu kita berusaha mennjadi konformitas atau tidak berbeda dengan anggota lain.

b.      Kelekatan (Cohesiveness)

Tinggi rendahnya kesepakatan para anggota terhadap sasaran kelompok, serta derajat dapatnya saling menerima anggota kelompok lainnya menunjukan derajat kelekatan kelompok. Semakin para anggota saling tertarik dan makin sepakat mereka terhadap sasaran kelompok, makin lekat kelompoknya. Faktor-faktor yang ikut menentukan derajat kelekatan kelompok ialah (Robbins, 1998) :
·         Lamanya waktu berada bersama dalam kelompok.
·         Parahnya masa awal
·         Besarnya kelompok
·         Ancaman dari luar
c.       Sinergi
Sinergi adalah pengambilan keputusan dalam kelompok merupakan keputusan yang lebih baik dari pada keputusan yang diambil oleh setiap anggota kelompok. Sinergi terjadi karena diskusi dalam kelompok mempunyai banyak alternatif daripada jumlah orangnya, cenderung mengeluarkan sumbangan yang kurang bermutu, mengurangi nilai-nilai kesalahan dan menunjang pemikiran kreatif.
d.      Groupthink
Groupthink adalah satu gejala yang merupakan kelemahan dari kelompok yang terlalu lekat ialah bahwa kecakapan pengambilan keputusan mereka dapat secara mendadak berkurang. Oleh Janis gejala ini disebut berpikir kelompok (groupthink).
e.       Polarisasi Kelompok (Group Polarization)
Gejala lain dalam proses pengambilan keputusan kelompok ialah adanya pergeseran keputusan yang menuju ke kedua ekstrem keputusan yang sangat tinggi resikonya atau ke keputusan yang sangat rendah derajat resikonya.

3. Interaksi Antar Kelompok Kerja Yang Bersaing & Mengatasi Masalah Persaingan


Robbins (1998) berpendapat bahwa konflik adalah satu proses yang dimulai jika satu pihak beranggapan bahwa pihak lain telah secara negative mempengaruhi, atau akan mempengaruhi secara negative, sesuatu yang akan dilakukan atau yang menjadi perhatian pihak pertama. 



Teknik-teknik mengurangi akibat negative dari saingan.

  • a.       Menemukan musuh bersama

Konflik antara penjualan dan produksi dapat dikurangi jika kedua bagian mau mengupayakan mereka untuk perusahaan mereka agar dapat berhasil bersaing dengan perusahaan lain.

  • b.      Pimpinan atau subkelompok dari kelompok-kelompok yang bersaing dibawa berinteraksi
Dalam kelompok baru yang terdiri wakil dari kelompok yang bersaing, karna mendapatkan delegasi wewenang dari kelompok mereka msing-masing dapat melakukan perundingan untuk mencapai suatu kesepakatan.

  • c.       Menemukan tujuan yang mencakup

Kelompok yang bersaing harus bekerja sama agar tujuan dapat tercapai.

  • d.      Pelatihan antar kelompok melalui pengalaman

 

4. Dimensi Intensi Mengatasi Konflik & Teknik Penyelesaian 
Konflik

  


Keempat intensi menyelesaikan konflik ialah :

  • 1.      Bersaing

Bersaing adalah hasrat untuk memuaskan kepentingannya sendiri tanpa memperhatikan dampak terhadap pihak lawan konflik.

  • 2.      Bekerja sama

Bekerja sama adalah pihak-pihak yang konflik masing-masing berhasrat untuk memuaskan kepentingan pihaknya.

  • 3.      Berkompromi

Berkompromi adalah satu situasi dimana masing-masing pihak yang bersengketa bersedia untuk mengorbankan sesuatu.

  • 4.      Menghindar

Menghindar adalah hasrat untuk mengundurkan diri dari situasi konflik atau menekan konflik, tidak mau bersengketa.

  • 5.      Menyesuaikan

Menyesuaikan adalah adanya satu pihak yang konflik bersedia meletakan kepentingan pihak lain lebih tinggi dari kepentingannya.

Cara penyelesaian konflik dapat diwujudkan kedalam berbagai teknik penyelesaian konflik. Teknik yang telah disebutkan diatas, teknik menemukan musuh bersama, dll. Disamping teknik-teknik penyelesaian konflik diatas ada beberapa teknik penyelesaian konflik lainnya yang diajukan oleh Robbins (1998), yang bersifat situasi win-win.
1.      Teknik problem solving
2.      Teknik pengadaan sumber yang lebih banyak
3.      Teknik pelunakan
Sumber :
Fiedler (1967) dikutip dalam Febriana, N.I. (2015). Psikologi Industri  (Organisasi dan Kelompok Kerja).
Munandar, A.S. 2001. Psikologi Industri dan Oranisasi. Jakarta: UI Press.
Robbins (1998) dikutip dalam Munandar, A.S. (2001). Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI Press).