1. Interaksi Dalam Kelompok Kerja
Dalam organisasi industri kita jumpai pula kelompok kerja dengan derajat intensitas interaksi antar anggota kelompok yang berbeda-beda.Fiedler (1967) memberika tipologi dari kelompok-kelompok kerja yang didasarkan pada sifat dan intensitas interaksi, yaitu
Dalam organisasi industri kita jumpai pula kelompok kerja dengan derajat intensitas interaksi antar anggota kelompok yang berbeda-beda.Fiedler (1967) memberika tipologi dari kelompok-kelompok kerja yang didasarkan pada sifat dan intensitas interaksi, yaitu
- a. Kelompok Interaksi (interacting groups)
Pada kelomok ini anggotanya saling tergantung dan aksi atau
tindakan mereka perlu disusun bersama untuk dapat menyelesaikan tugas kelompok
dengan baik dan memerlukan kooperasi / koordinasi.
- b. Kelompok Koaksi (co-acting groups)
Anggota pada kelompok ini bekerja sama dalam melaksanakan
tugas kelompok, tapi masing masing dapat melaksanakan pekerjanya relative
secara mandiri dan tidak saling tergantung.
- c. Kelompok Konteraktif
Pada
anggota kelompok bekerja sama untuk tujuan perundingan dan pemufakatan sasaran
dan tuntutan yang bertentangan. Unjuk kerja diukur berdasarkan derajat
penerimaan dari jawaban atau penyelesaian oleh para anggota kelompok. Para
anggota kelompok ini terdiri dari wakil dari pihak yang berbeda pendapat.
Kelompok konteraktif ini merupakan kelompok sementara dan merupakan kelompok yang
terbentuk karena adanya pertentangan atau konflik antar kelompok.
2. Gejala Dalam Proses Kelompok
Dalam proses kelompok, dimana para anggota kelompok kerja berinteraksi dan dimana kelompok melaksanakan fungsinya, dapat kita temukan timbulnya gejala-gejala sebagai berikut:
Dalam proses kelompok, dimana para anggota kelompok kerja berinteraksi dan dimana kelompok melaksanakan fungsinya, dapat kita temukan timbulnya gejala-gejala sebagai berikut:
a. Konformisme
Dalam
interaksi antar anggota kelompok, tanpa disadari, mereka mengikuti pola-pola
perilaku tertentu yang berlaku umum dikeseluruhan organisasi kerjanya dan pola
perilaku yang lebih khas berlaku dalam kelompok kerjanya, yang tumbuh karena
interaksi selama jangka waktu yang panjang. Misalnya, kebiasaan untuk tidak
berbicara secara terus terang. Setiap kelompok memiliki norma yaitu pola atau patokan
prilaku yang diterima oleh para anggota kelompok. Norma yang diterima
mempengaruhi perilaku anggota kelompok dengan kendali eksternal yang minim.
Dalam suatu kelompok kita ingin diberlakukan sebagai anggota kelompok yang sama
oleh anggota kelompok lain, maka dari itu kita berusaha mennjadi konformitas
atau tidak berbeda dengan anggota lain.
b. Kelekatan (Cohesiveness)
Tinggi
rendahnya kesepakatan para anggota terhadap sasaran kelompok, serta derajat
dapatnya saling menerima anggota kelompok lainnya menunjukan derajat kelekatan
kelompok. Semakin para anggota saling tertarik dan makin sepakat mereka
terhadap sasaran kelompok, makin lekat kelompoknya. Faktor-faktor yang ikut
menentukan derajat kelekatan kelompok ialah (Robbins, 1998) :
·
Lamanya
waktu berada bersama dalam kelompok.
·
Parahnya
masa awal
·
Besarnya
kelompok
·
Ancaman
dari luar
c. Sinergi
Sinergi
adalah pengambilan keputusan dalam kelompok merupakan keputusan yang lebih baik
dari pada keputusan yang diambil oleh setiap anggota kelompok. Sinergi terjadi
karena diskusi dalam kelompok mempunyai banyak alternatif daripada jumlah
orangnya, cenderung mengeluarkan sumbangan yang kurang bermutu, mengurangi
nilai-nilai kesalahan dan menunjang pemikiran kreatif.
d. Groupthink
Groupthink
adalah satu gejala yang merupakan kelemahan dari kelompok yang terlalu lekat
ialah bahwa kecakapan pengambilan keputusan mereka dapat secara mendadak
berkurang. Oleh Janis gejala ini disebut berpikir kelompok (groupthink).
e. Polarisasi Kelompok (Group
Polarization)
Gejala
lain dalam proses pengambilan keputusan kelompok ialah adanya pergeseran
keputusan yang menuju ke kedua ekstrem keputusan yang sangat tinggi resikonya
atau ke keputusan yang sangat rendah derajat resikonya.
3. Interaksi Antar Kelompok Kerja Yang Bersaing & Mengatasi Masalah Persaingan
3. Interaksi Antar Kelompok Kerja Yang Bersaing & Mengatasi Masalah Persaingan
Robbins
(1998) berpendapat bahwa konflik adalah satu proses yang dimulai jika satu
pihak beranggapan bahwa pihak lain telah secara negative mempengaruhi, atau
akan mempengaruhi secara negative, sesuatu yang akan dilakukan atau yang
menjadi perhatian pihak pertama.
Teknik-teknik
mengurangi akibat negative dari saingan.
- a. Menemukan musuh bersama
Konflik antara penjualan dan
produksi dapat dikurangi jika kedua bagian mau mengupayakan mereka untuk
perusahaan mereka agar dapat berhasil bersaing dengan perusahaan lain.
- b. Pimpinan atau subkelompok dari kelompok-kelompok yang bersaing dibawa berinteraksi
- c. Menemukan tujuan yang mencakup
Kelompok yang bersaing harus bekerja
sama agar tujuan dapat tercapai.
- d. Pelatihan antar kelompok melalui pengalaman
4. Dimensi Intensi Mengatasi Konflik & Teknik Penyelesaian
Konflik
Keempat
intensi menyelesaikan konflik ialah :
- 1. Bersaing
Bersaing adalah hasrat untuk
memuaskan kepentingannya sendiri tanpa memperhatikan dampak terhadap pihak
lawan konflik.
- 2. Bekerja sama
Bekerja sama adalah pihak-pihak yang
konflik masing-masing berhasrat untuk memuaskan kepentingan pihaknya.
- 3. Berkompromi
Berkompromi adalah satu situasi
dimana masing-masing pihak yang bersengketa bersedia untuk mengorbankan
sesuatu.
- 4. Menghindar
Menghindar adalah hasrat untuk
mengundurkan diri dari situasi konflik atau menekan konflik, tidak mau
bersengketa.
- 5. Menyesuaikan
Menyesuaikan adalah adanya satu
pihak yang konflik bersedia meletakan kepentingan pihak lain lebih tinggi dari
kepentingannya.
Cara penyelesaian konflik dapat
diwujudkan kedalam berbagai teknik penyelesaian konflik. Teknik yang telah
disebutkan diatas, teknik menemukan musuh bersama, dll. Disamping teknik-teknik
penyelesaian konflik diatas ada beberapa teknik penyelesaian konflik lainnya
yang diajukan oleh Robbins (1998), yang bersifat situasi win-win.
1. Teknik problem solving
2. Teknik pengadaan sumber yang lebih
banyak
3. Teknik pelunakan
Sumber :
Fiedler (1967) dikutip dalam Febriana, N.I. (2015). Psikologi Industri (Organisasi dan Kelompok Kerja).
Munandar, A.S. 2001. Psikologi Industri dan Oranisasi. Jakarta: UI Press.
Munandar, A.S. 2001. Psikologi Industri dan Oranisasi. Jakarta: UI Press.
Robbins (1998) dikutip dalam
Munandar, A.S. (2001). Psikologi Industri dan Organisasi.
Jakarta: Penerbit
Universitas Indonesia (UI Press).
0 komentar:
Posting Komentar